Senin, 30 November 2009
Yudas Kritik Perguruan Tinggi di Sumbar
Mentawai, Padek - Wakil Bupati Kepulauan Mentawai Yudas Sabaggalet mengkritik Perguruan Tinggi di Sumatera Barat yang enggan melakukan penelitian di Bumi Sikerei dari berbagai sektor. Padahal sampai sekarang sudah banyak mahasiswa dari luar negeri yang mendapatkan gelar dokto dan profesor setelah melakukan penelitian di Mentawai.
"Sudah ada dari mahasiswa jepang, belanda, Amerika, Australia yang menyandang gelar doktor dan profesor setelah melakukan penelitian di Mentawai. Tapi sayang untuk perguruan tinggi yang ada di Indonesia khususnya sumbar belum melakukan penelitian di Mentawai," katanya dalam acara Journalist Wraiting Competition Coremap Fase II di Aula Wima Bundo, Mentawai (30/11).
Menurut Yudas, cukup banyak lahan ilmiah yang harus ditulis di Bumi Sikerei, baik kebudayaan, pariwisata, hutan dan kelautan. Namun semua itu belum disentuh oleh perguruan tinggi yang ada di Sumbar untuk dijadikan kajian ilmiah sebagai hasil temuan penelitian.
"Kalau mau banyak yang harus ditulis di Mentawai untuk dijadikan kajian ilmiah untuk penelitian," katanya.
Yudas sendiri heran ketika melihat adanya bakau (manggov) di Mentawai yang tumbuh di atas karang. Padahal biasanya bakau itu tumbuh di atas lumbur. Namun hal itu belum diketahui karena belum adanya hasil laporan dari bebrbagai pihak.
"Saya melihatnya kadang sedikit aneh ketika ada bakau yang tumbuh di atas karang. Biasanya bakau itu tumbuhnya di atas lumpur. Saya harapkan kepada semua wartawan yang hadir untuk memberikan informasi hal-hal menarik yang ada di Mentawai," harapnya.
Rabu, 25 November 2009
GEMPA : Satu Orang Warga Mentawai Tewas
"Kita buka Posko di Padang sebagai alternatif pendataan dan pusat informasi terhadap warga Mentawai yang menjadi korban gempa di Padang. Semoga posko ini mempermudah warga Mentawai yang sebagian keluargannya menjadi korban gempa," jelas Wakil Bupati Kepulauan Mentawai Yudas Sabaggalet kepada Padang Ekspres.
Yudas menyatakan, lambatnya data korban gempa di Mentawai akibat terputusnya informasi. Hal itu membuat Pemda Mentawai tidak bisa melaporkan kondisi Bumi Sikerei setelah di guncang gempa berkekuatan 7,9 SR, Rabu (30/9) lalu.
Diharapkannya, jaringan informasi di Mentawai harus diperluas sampai ke seluruh desa agar lebih efektif untuk memberikan informasi bencana. Sebab Kepulauan Mentawai sudah masuk daerah rawan dan siaga bencana.
"Ada 200 dusun yang menyebar di Pulau Mentawai secara terpisah dan belum mendapat jaringan informasi (telpon seluler). Jadi kalau ada gempa seperti ini tentu kita tdak bisa mendapatkan informasi keberdaan warga Mentawai yang tinggal di pelosok (di tengah hutan)," katanya.
Yudas menjelaskan, dalam keadaan darurat di Mentawai sangat susah untuk mendapatkan data yang akurat. Sebab untuk meninjau ke lokasi gempa sampai ke dusun harus melalui perahu dan menyusuri anak sungai dengan waktu puluhan jam.
"Kondisi pulau Mentawai itu terpisah-pisah. Jadi kalau mau terjun langsung ke lapangan membutuhkan waktu puluhan jam. Di samping itu, jaringan informasi belum menjangkau semua pulau yang ada di Mentawai," ujarnya.
Ia menegaskan, dalam keadaan darurat seperti ini setiap kepala dinas di Mentawai dilarang untuk meninggalkan pulau. Sebab warga membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah. Meski ada keluarga kepala dinas yang menjadi korban, diharapkan tidak terlalu lama meninggalkan pulau.
"Managemen setiap SKPD di Mentawai kurang maksimal dan harus segera diperbaiki. Sebab kepala dinas sering meninggalkan pulau tanpa ada perintah pengganti posisinya. Pimpinan boleh pergi dengan meninggalkan perintah, tapi jangan terlalu lama di Kota Padang," kritik Yudas.
Yudas juga khawatir melihat kondisi sembako di Mentawai yang kian menipis. Sebab umumnya pedagang di Mentawai belanja di Kota Padang melalui kapal yang masuk ke Mentawai. Sedangkan pascagempa kemarin, kapal masuk ke Mentawai hanya sekali.
"Saya masih menjalin koordinasi dengan PT ASDP Ferry Indonesia untuk menambah armada (kapal) perjalanan Padang-Menawai. Ini melihat kondisi stok sembako di Mentawai sudah menipis. Semua pedagang yang ada di Mentawai itu belanjanya di Padang," jelasnya.
Yudas optimis, sejak Mentawai ditetapkan daerah siaga bencana justru masyarakatnya juga siap untuk menghdapinya. Terbukti gempa minggu lalu tidak menelan korban jiwa dan luka-luka di Bumi Sikerei.
"Umumnya rumah warga di Mentawai itu terbuat dari kayu. Jadi dapat meminimalisir korban jiwa. Terbukti di Mentawai tidak ada korban jiwa dan luka-luka akibat gempa kemarin. Ini juga merupakan kesiapsiagaan warga Bumi Sikerei dalam menghadapi bencana gempa. Hanya ada beberapa fasilitas umum yang retak dan tidak laik pakai," tuturnya.
Yudas mengingatkan, setiap warga dan instansi pemerintahan untuk melakukan pembangunan rumah dan kantor harus mempertimbangkan kekuatan konstrksi bangunan. Sebab gempa kemarin umumnya merusak setiap bangunan beton yang ada di Mentawai. (*)
Merdeka di Bawah Ancaman Gempa
Detik-detik proklamasi 17 Agustus 2009, Bumi Sikerei (Mentawai) memperingati hari bersejarah itu di bawah ancaman gempa sepanjang malam. Gempa terakhir mengguncang Mentawai sekitar pukul 05.15 Wib, Senin (17/8). Gempa terakhir ternyata tidak membangunkan warga Mentawai dari tidurnya. Mungkin terlalu lelah karena sepanjang malam siap-siaga dari ancaman gempa yang dikhawatirkan berpotensi tsunami.
Tak Satu pun Pulau Mentawai Dijual
Yudas menjelaskan, Kasus sengketa pulau yang ada di Mentawai sebagai objek wisata akan diselesaikan di kantor gubernur Sumatera Barat terhadap pihak pemilik resort yang masih terjadi sengketa. Rencananya, dalam pembahasan pulau sengketa tersebut akan dihadiri oleh Gubernur Sumbar, Gamawan Fauzi, Sekda gubernur dan Dirjen Kelautan Pulau-pulau kecil.
Terkait masalah isu penjualan pulau di Mentawai, Yudas membantah belum ada satu jengkal pun tanah di Mentawai dijual oleh pihak asing. Namun sengketa pulau yang terjadi saat ini akibat adanya proses pelanggaran etika bisnis objek wisata terhadap pihak-pihak yang mengelola resort. Akibatnya, terjadi konflik atau persaingan tidak sehat antara para pengusaha pengelola resort dibeberapa pulau yang ada di Mentawai.
Yudas mencontohkan, resort maccaroni sudah dua tahun tidak aktif dalam mengelola usahanya sebagai objek wisata. Akibatnya, resort tersebut diduga sudah tidak ada pengelolanya. Melihat ada potensi, maka ada beberapa perusahaan yang akan mengelolanya. Namun ketika pihak perusahaan ke dua yang mengelola, maka pihak perusahaan pertama menggugat dengan alasan bahwa maccaroni masih dalam proses pembangunan.
Akibat tidak ada penyelesaian dan kesepakaan masalah, maka kedua perusahaan tersebut saling klaim dan sampai terjadi konflik yang melanggar aturan etika bisnis.
Yudas juga menduga, meski perusahaan tersebut milik orang pribumi, namun bisa jadi semua dana dibiayai oleh orang asing. Meski demikian, hal tersebut hanya masalah teknis binis intern yang ada di dalam perusahaan tersebut. Sedangkan Pemda Mentawai hanya memahami resort yang ada di pulau Mentawai hanya dibangun oleh perusahaan pribumi. Terkait masalah etika dan donatur dana yang ditangani pihak orang asing menjadi tanggungjawab pemilik perusahaan resort tersebut.
Yudas merencanakan, ke depan pemerintah Mentawai akan membuat aturan daam pengelolaan resort disejumlah objek wisata yang ada di pulau Mentawai. Tujuannya untuk menjaga ketertiban dan kedamaian terhadap dunia bisnis dalam pengelolaan objek wisata yang ada di pulau Mentawai. (*)